Catatan Perjalanan :
Keliling
Setengah Amerika
7.
Jalur Lintas Angkasa Di Pegunungan Blue Ridge
Usai
istirahat di pinggir kota Beckley, perjalanan hari Senin siang
itu kami lanjutkan dengan menyusuri jalan Interstate 64 (I-64),
lalu pindah ke I-81 dan menyambung kembali ke I-64 menuju arah
timur. Sekitar dua setengah jam kami melewati jalan bebas
hambatan sehingga bisa melaju lebih cepat sambil sesekali mencuri
batas kecepatan maksimum. Akhirnya tiba di kota kecil Waynesboro
dan kembali kami berada di wilayah negara bagian Virginia.
Dari kota
Waynesboro ini selanjutnya saya masuk ke jalur pegunungan Blue
Ridge melalui pintu selatan dari penggal jalur jalan yang disebut
dengan skyline drive (jalur lintas angkasa). Disebut
demikian barangkali karena jalur sepanjang 105 mil (sekitar 168
km) ini menyusuri gigir puncak pegunungan Blue Ridge (Blue Ridge
Parkway) yang membentang utara selatan, yang beberapa
puncaknya berada pada ketinggian lebih 1.800 m di atas permukaan
air laut.
Di kota Staunton,
sekitar 10 km sebelum tiba di Waynesboro saya sempat berhenti
istirahat sebentar, sambil mencoba menghubungi Mas Prapto Supeno
via tilpun. Sekedar ingin mengkonfirmasi bahwa saya sudah dalam
perjalanan menuju ke kotanya, dan secara hitung-hitungan sekitar
jam 8:30 malam baru akan tiba di Wheaton.
***
Rute panjang
pegunungan Blue Ridge (Blue Ridge Parkway) sendiri tepatnya
berada membentang antara Taman Nasional Senandoah di sebelah
utara hingga Taman Nasional Great Smoky Mountain di sebelah
selatan, dengan panjang keseluruhan sekitar 469 mil (sekitar 750
km). Karena itu memasuki jalur skyline drive dari
Waynesboro berarti saya berada di pintu masuk Taman Nasional
Shenandoah sebelah selatan yang disebut dengan Rockfish (South)
Entrance Station.
Sebagai pemegang
kartu National Park Pass, saya bisa langsung memasuki Taman
Nasional Shenandoah dengan tanpa perlu membayar uang masuk yang
besarnya US$10 per kendaraan.
Wilayah
hutan liar Shenandoah yang secara resmi ditetapkan sebagai salah
satu Taman Nasional pada tanggal 26 Desember 1935 mempunyai luas
areal sekitar 794 km2. Di wilayah hutan liar ini masih banyak
dijumpai jenis-jenis binatang seperti beruang hitam, rusa dan
kalkun liar, yang hidup di antara hutan tanaman oak-hickory.
Pada musim-musim tertentu wilayah hutan ini menjadi tempat
berburu, terutama untuk berburu kalkun liar.
Setiap tahun
Taman Nasional Shenandoah dikunjungi oleh tidak kurang dari dua
juta wisatawan yang umumnya memilih jalur skyline drive.
Jalur lintas angkasa ini menjadi sangat ramai terutama pada
liburan musim panas (sekitar bulan Juni - Juli) dan pada musim
gugur (sekitar pertengahan bulan Oktober) saat daun-daun berubah
warna menjadi kuning kemerah-merahan. Di saat musim dingin jalur skyline
drive ini biasnya tertutup salju, oleh karena itu ditutup
untuk umum.
Jalan dua lajur
dua arah ini cukup mulus, berkelak-kelok tidak terlalu tajam, dan
dapat dilalui dengan kecepatan maksimum 35 mil/jam (sekitar 55
km/jam). Di sepanjang jalur skyline drive ini, di beberapa
tempat terdapat lokasi-lokasi untuk menikmati pemandangan
(overlook). Bentang alam berupa lembah, ngarai serta pegunungan
berada di seberangnya, tampak di sebelah menyebelah jalan.
Saat itu cuaca
cukup cerah dan matahari sore masih enak dinikmati. Beberapa kali
kami berhenti untuk sekedar turut menikmati suasana alam berbeda
di daerah ini. Namun tidak berarti selamanya akan demikian,
karena di sebelah timur laut sudah tampak awan gelap yang
sewaktu-waktu siap bergerak turun membawa hujan.
Benar
juga, setelah sekitar satu jam bergerak santai menyusuri jalur
lintas angkasa di pegunungan Blue Ridge ini, hujan mulai turun
rintik-rintik dan angin dingin berhembus agak kencang. Akhirnya
hujan deras mengguyur disertai angin kencang ketika kami sedang
beristirahat di ruang pusat pengunjung (visitor center) sambil
melihat-lihat toko cendera mata di daerah yang disebut Big
Meadows. Tempat ini berada kira-kira di pertengahan jalur skyline
drive yang berada pada elevasi sekitar 1.060 m di atas
permukaan laut.
Setelah beberapa
saat ditunggu ternyata hujan tidak juga mereda, sementara hari
mulai menjelang gelap, akhirnya saya nekad berlari menuju tempat
parkir menerobos hujan untuk mengambil payung hitam yang
kebetulan kami bawa. Satu per satu pun anak-anak dan ibunya saya
bawa menerobos hujan deras menuju ke dalam kendaraan, agar bisa
secepatnya melanjutkan perjalanan. Tak terhindarkan lagi, baju di
badan pun basah oleh air hujan.
Segera perjalanan
kami lanjutkan untuk keluar dari Taman Nasional Shenandoah
melalui pintu utara yang disebut dengan Front Royal (North)
Entrance Station. Terpaksa tidak bisa membawa kendaraan melaju
lebih cepat, khawatir akan kondisi jalan yang licin dan pandangan
ke depan yang agak terhalang oleh kabut dan hujan deras.
***
Sekitar
jam 19:00 kami baru keluar dari Taman Nasional ini. Sebenarnya
hari belum gelap kalau saja tidak turun hujan. Perjalanan terus
kami lanjutkan menuju timur ke arah kota Washington DC sejauh
sekitar 125 km melalui Highway 211 dan 29 yang kemudian masuk ke
Interstate 66. Melihat hujan masih saja belum mereda meskipun
tidak lagi terlalu deras, saya tidak berani melaju dengan
kecepatan maksimum. Saya mulai memperhitungkan bahwa pasti akan
terlambat tiba di kota Wheaton. Ya, apa boleh buat, lebih baik
agak berhati-hati.
Menjelang
pukul 22:00 malam, saya baru tiba di jalan lingkar barat kota
Washington DC. Di Intersate 495 ini saya langsung saja menyusur
ke utara, lalu melingkar ke timur di sisi utara Washington DC,
dan akhirnya exit menuju ke arah kota Wheaton yang berada
di wilayah negara bagian Maryland. Maryland yang mempunyai nama
julukan sebagai Old Line State dengan ibukotanya di
kota Annapolis adalah negara bagian kesebelas yang saya lintasi
hingga hari ketiga ini, setelah sebelumnya melintasi negara
bagian West Virginia.
Kota Wheaton yang
berpopulasi sekitar 50.000 jiwa ini berjarak hanya sekitar 15 km
dari pusat kota Washington DC. Daerah Wheaton menjadi semacam
daerah penyangga bagi ibukota Washington DC, yang barangkali bisa
saya andaikan seperti halnya Depok, Bekasi atau Tangerang
terhadap Jakarta.
Lebih
pukul sepuluh malam, kami baru tiba di rumah Mas Prapto Supeno.
Gerimis masih membasahi kota Wheaton yang malam itu sudah tidak
terlalu ramai. Rupanya Mas Supeno dan kedua putra-putrinya sudah
menunggu-nunggu sejak tadi. Ya maklum, akibat hujan deras sejak
di Taman Nasional Shenandoah sore harinya kami jadi tidak berani
bergerak lebih cepat.
Malam ini kami
menginap di rumah Mas Supeno yang adalah teman lama di Yogya
karena pernah sama-sama sebangku kuliah di jurusan Tambang. Hanya
saja Mas Supeno memilih meninggalkan bangku kuliah sebelum
selesai untuk mengadu nasib di sebuah negeri besar yang bernama
Amerika ini. Dan kelihatannya aduannya berhasil, tentu menurut
ukuran orang yang harus merangkak dari awal berjuang hidup di
negeri orang, di sektor non-formal yang tidak ada kaitannya
dengan dunia pertambangan.
Segera saja kedua
anak saya berbaur dengan kedua anak Mas Supeno yang ternyata
sebaya. Belakangan saya baru melihat sendiri bahwa ternyata kawan
lama saya ini tidak saja berjuang mencari hidup di negeri orang
tetapi juga menjadi single parent (orang tua tunggal)
untuk kedua orang putri dan putranya, sejak istrinya tercinta
mendahului menghadap kepada Yang Maha Kuasa tahun lalu akibat
penyakit kanker yang dideritanya. Sungguh saya sangat menghargai
perjuangan kerasnya. Sebuah sisi lain dari kehidupan manusia yang
selama ini tidak pernah saya bayangkan.- (Bersambung).
Yusuf Iskandar
Sejenak
bersantai di jalur Blue Ridge Parkway